Bissmillahirrohmanirrohim...
SEJARAH TARI REMO DAN LUDRUK
SEJARAH TARI REMO DAN LUDRUK
Tari Remo kini menjadi
tarian ikon kota Surabaya. Tari Remo terdapat versi Surabaya, Malang, Jombang,
bahkan Probolinggo yang lebih dikenal tari Glipang. Tarian Remo asalnya sebagai
tarian pembuka pentas seni Ludruk namun dapat juga sebagai tarian selamat
datang penyambut tamu sesuai kebutuhan.
Pada zaman hindia
belanda, di sebuah desa di jombang dengan sawah yang hanya mengandalkan
bercocok tanam pada turunnya air hujan (Tadah Udan) yang di kelola Cak Mo
mengalami gagal panen secara terus menerus, hingga bergantinya musim ke musim
ini membuat cak mo dan istrinya merasakan kesusahan seperti yang di alami
petani laiinya, karena tidak ada pemasukan.
Modal yang seharusnya
menjadi hasil bumi justru tidak jadi karena kemarau yang panjang, ataupun
serangan tikus dan hama sawah. Pada suatu ketika, cak mo berbicara kepada
istrinya untuk mengadakan pertunjukan yang dimana hasilnya dapat menjadi
pemasukan keluarga, namun sang istri yang tidak memiliki jiwa seni beranggapan
bahwa hal tersebut adalah ide yang tidak bagus.
Cak mo terus menerus
membujuk sang istri untuk mendukungnya. Cak mo yang memiliki latar belakang
sebagai pemain jathilan pada group Reyog adalah hal yang tabu untuk di cerikan,
belum lagi menjadi Gemblak sang warok. Untuk mensiasati sang istri agar tidak
mengetahui latar belakangnya tentang kemampuan seni, Cak mo memadukan seluruh
gerakan tarian seluruh tokoh yang ada pada seni Reyog di masukan dan dijadikan
satu pada tariannya.
Dengan pakaian khas
Gemblakan tanpa anyaman kuda, Cak mo mengadopsi dan menggunakan gagahahnya sang warok,
gemulainya jathilan, lincahnya ganongan, tegasnya kelana sewandana bahkan hingga seni Gambyongan (sejenis Tayub) yang pada kala itu diminati masyarakat, pun
menginspirasi menjadi gerakan tari yang diciptakannya. Sang istri yang hanya
menggunakan sepasang kenong yang monoton dan berurutan untuk mengiringi sang
suami menari serta mengucapkan sebuah Parikan (pantun jawa) yang di nyanyikan
yang menarik perhatian penonton dan penasaran.
Sepasang suami selalu
menampilkan diri dari desa ke desa dari kota ke kota hingga adanya panggilan
untuk menari pada acara pesta rakyat, paska panen, bersih desa. Hingga akhirnya
sang Bandar Surabaya mendengar rumor tarian yang baru dan sederhana yang
memukau seluruh penduduk. Hingga di undangkanlah suami istri ini ke kota
terbesar kedua di jawa untuk menyuguhkan tarian tersebut. Dan mendapatakn
penghasilan yang tak terduga.
Cak Mo dan istrinya
memutuskan untuk tinggal di kota Surabaya karena banyaknya yang mengundang Cak
mo.awalnya cak mo hanya menyebutkan tarian tandhakan lanangan, karena biasanya
tandhakan di lakukan oleh seorang perempuan.
Namun hingga akhirnya
terdapat orang-orang yang mengenali gerak tari yang di bawakan oleh Cak Mo,
bahwa tarian tersebut miriplah dengan kesenian yang ada di Reyog, hanya saja
tarian yang dibawakan cak mo hanyalah sebuah rangkuman atau ringkasan dari seni
Reyog, hingga mengungkapkan kata “Reyoge Cak Mo” (Reyognya cak mo) yang di
singkat menjadi REMO.
Dan pada saat itulah tarian yang biasa di sebut Tandhak Lanangan menjadi Remo. Remo menjadi buah bibir warga Surabaya dan yang pernah berkunjung ke Surabaya, hingga adanya pemuda- pemuda untuk minta diajarkan tarian remo kepada cak mo.
Karena mengingat tari
remo sangat besar potensinya dan prospek di Surabaya, Cak mo membuat sebuah
hiburan rakyat layaknya ketopra yang menceritakan pewayangan. Karena di
Surabaya sebagaian besar penduduknya homogen di gunakanlah suatu hal cerita
yang mudah dimengerti.
Penduduk surabya yang
terdiri dari bukan orang jawa saja, melainkan luar pulau seperti melayu, arab,
Madura, Sulawesi dll. Di buatkanlah hiburan rakyat yang mudah di terima di
wilayah Arek, karena sifat orang asli Surabaya yang tegas, apa adanya, langsung
pada intinya.
Subuah hiburan humor biasa
disebut dagelan dengan mengambil cerita kehidupan sehari-hari yang semua
tokohnya di perankan orang laki-laki, meskipun tokoh perempuan juga di perankan
oleh pria alias banci, seperti halnya pemain reyog yang semuanya laki-laki.
Namun pertunjuk sebelum dimulai, tarian Remo dengan nyanyian parikan nada Arekan selau di awal.
Tarian Remo dan pertunjukan
humor selalu tampil di mana-mana, hingga akhirnya sebuah acara besar yang di
hadiri oleh orang-orang Batavia mengundang kelompok dagelan Cak Mo. Di saat
sela-sela pertunjukan karena terhibur, salah seorang tamu tertawa
terpingkal-pingkal serta kakinya menhentak-hentakan ke tanah sambil berkata
“Lu” (kamu, bahasa betawi) berulang-ulang menujuk para pemain dagelan di
panggung, orang yang melihat aksi lucu dari orang betawi tersebut ikutan
tertawa.
Karena sangat heboh,
sebuah pertunjukan humor yang biasa oleh kalangan orang jawa degelan,
orang-orang betawi menyebutnya dengan Ludruk yang merupakan gabungan kata dari
Lu (kamu) dan Gedruk (hentak kaki) namun ada versi lain bahwa Ludruk adalah
gabungan kata dari Lucu dan Gedruk yang berarti karena hiburan yang dibawakan
sangatlah lucu hingga membuat penonton tertawa hingga menghentak-hentakan kaki
(ngedruk).
Dan saat itulah dagelan
yang lebih condong pada kalangan jawa di sebut Ludruk. Dan Ludruk tidak akan
pernah lepas dari Remo beserta parikannya yang saat ini keduanya menjadi
andalan kota Surabaya.
Dalam perkembangannya
Tarian Remo tidak hanya di bawakan oleh seorang pria saja, melainkan juga di
bawakan oleh kaum perempuan juga semenjak perkumpulan reyog se-Indonesia
mengganti pemain jathilan menjadi perempuan cantik yang awalnya adalah remaja
laki-laki yang berparas cantik.
Sedangkan Remo
perempuan tidak ada perbedaan pada Remo Pria, hanya saja pada rias wajah Remo
perempuan di beri aksesoris kumis, jenggot, gudek tipis. Karena mengingat
pencipta Remo, Cak Mo yang juga memiliki kumis tipis.
.
No comments:
Post a Comment
html reog ponorogo kesenian {B}asli{I}indonesia{A}